Ada kemiripan antara kode moral bangsa Mesir kuno dan bangsa awal Israel. Sepuluh Hukum yang diberikan Allah kepada Musa di atas Gunung Sinai secara jelas diatur dalam tradisi Mesir, isi yang sama dengan Kitab Kematian. Agama Mesir merupakan kepercayaan politeistik, ratusan dewa dan dewi disembah di sepanjang lembah Nil. Para Dewa diyakini menampakkan diri dalam gambar tertentu dan seniman menggambarkannya dalam bentuk patung.
Apa sebenarnya isi Kitab Kematian dari bangsa Mesir? John Taylor (dari Museum Inggris) dan Ahmed Osman (sejarawan, dosen, Egyptologist Inggris) akan menjelaskan secara rinci tentang Kitab Kematian yang dianggap sakral dalam dunia magis.
Kitab Kematian, Mantra Menuju Surga
Mereka menganggap akhirat sebagai bagian dari perjalanan untuk mencapai surga, perjalanan yang berbahaya sehingga memerlukan magis sepanjang perjalanan. Kitab Kematian bukan seperti Alkitab, bukan kumpulan doktrin atau suatu pernyataan iman, tetapi panduan praktis menuju dunia berikutnya dengan mantra yang akan membantu perjalanan itu.
Mereka percaya bahwa setiap orang memiliki, selain tubuh fisik, yang bersifat rohani ganda. Menganggap nama dan bayangan seseorang sebagai entitas yang hidup, bagian dari eksistensi spiritual, bukan hanya bahasa dan fenomena alam. Anggapan bahwa kematian hanya sebagai gangguan sementara, bukan penghentian hidup yang lengkap, dan percaya bahwa setelah kematian mereka akan menghadapi pengadilan di dunia bawah sebelum dewa Osiris dan 42 hakim di Aula Pengadilan.
Kitab Kematian biasanya menggunakan gulungan papirus dengan berbagai mantra tertulis di atasnya, dalam naskah hieroglif. Biasanya memiliki ilustrasi berwarna yang indah, sangat mahal sehingga hanya digunakan bagi mereka yang kaya dan berstatus tinggi. Hal ini bergantung pada pada kekayaan masing-masing, bisa membeli papirus yang sudah diisi mantra atau bisa menghabiskan banyak uang untuk memilih mantra yang diinginkan.
Mantra Pelindung Tertulis Dalam Kitab Kematian
Beberapa mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah kematian. Orang Mesir kuno percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen berbeda yaitu tubuh, roh, nama, hati, semua itu perwujudan seseorang, dan mereka takut bahwa elemen-elemen tersebut akan menghilang setelah kematian. Ada banyak mantra untuk memastikan mereka agar tidak kehilangan kepala atau hati dan tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup dengan menghirup udara, memiliki air minum dan makanan.
Ada juga mantra yang melindungi diri sendiri karena menurut orang Mesir kuno, mereka akan diserang dalam perjalanan ke akhirat melalui berbagai media seperti binatang buas, diserang oleh dewa atau setan yang melayani dewa. Dalam dunia berikutnya ada banyak dewa yang menjaga gerbang yang harus dilewati, dan jika tidak memberikan jawaban yang benar atas pertanyaan, dewa-dewa itu akan menyerang, mereka memiliki pisau dan ular di tangan. Hal ini didasarkan pada ancaman yang mereka ketahui dalam kehidupan nyata, hanya jauh lebih menakutkan dan jauh lebih berbahaya.
Tanpa mantra yang benar mereka bisa dihukum, seperti disimpan di blok pembantaian, dipenggal kepalanya, atau bisa terbalik (proses pencernaan juga terbalik, sehingga harus makan kotoran dan minum air kencing selamanya).
Mantra Mengandung Perintah Dewa
Menurut Ahmed Osman (sejarawan, dosen, peneliti, penulis, Egyptologist Inggris), bahwa sepuluh Perintah Dewa merupakan perintah kepada manusia yang diberikan dalam bentuk imperatif. Mantra Mesir menggunakan kalimat seperti ‘Jangan membunuh, Engkau tidak berzinah, Jangan mencuri, Jangan mengucapkan saksi dusta terhadap sesamamu’.
Mereka akan berkata:
Sebanyak 125 mantra dalam Kitab Kematian bertentangan dengan Kitab Exodus, berisi kode moral yang direpresentasikan dalam bentuk ‘pengakuan negatif’ bahwa orang mati harus membaca mantra (yang tertulis di Kitab Kematian) ketika mereka memasuki ruang ‘Dua Kebenaran’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar