KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ilustrasi: Kapal perang berparade dalam puncak perayaan Sail Morotai 2012 di Pelabuhan Juanga, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, Sabtu (15/9/2012). Acara diresmikan langsung oleh Presiden SBY dengan menampilkan pentas seni, terjun payung dan sailing pass kapal perang dan yacht
JAKARTA, KOMPAS.com--Satu dari dua kapal perang yang digunakan dalam pendaratan tentara Amerika Serikat di Morotai, 15 September 1944, akan dijadikan museum terapung. Kapal eks Perang Dunia II itu rencananya ditempatkan di Ancol Taman Impian, Jakarta.
Demikian kata Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indroyono Soesilo selaku Wakil Ketua III Sail Morotai 2012, Senin (17/9), berdasarkan pembicaraan dengan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
Penggunaan kapal perang sebagai museum terapung merupakan yang pertama di Indonesia. Untuk merealisasikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan studi kelayakan, kata Surya Helmi, Direktur Museum Kemdikbud.
Kapal itu diambil alih Pemerintah RI pasca-PD II, lalu dinamai KRI Teluk Ratai 509 dan KRI Teluk Bone 511. Kapal yang semula tergabung dalam Satuan Tugas Tradewind di bawah komando Jenderal Douglas Mac Arthur itu setelah menjadi milik TNI AL masuk jajaran Komando Lintas Laut Militer.
Dua kapal itu, Sabtu (15/9), ikut dalam parade kapal atau lintas layar ( sailing pass) di perairan Desa Juanga, Morotai, Maluku Utara. Kehadiran dua kapal jenis landing ship tank (LST) buatan AS tahun 1942 itu sekaligus menapak tilas pendaratan tentara AS di pulau tersebut.
Menurut Indroyono, satu kapal (yang tidak dirinci namanya) yang akan dijadikan museum terapung akan memuat berbagai materi sejarah tentang kekuatan laut Indonesia. Kapal yang memiliki kompartemen luas itu akan diisi persenjataan TNI, seperti tank, meriam, dan peluru kendali.
Selama 40 tahun lebih, dua kapal perang itu banyak dilibatkan dalam operasi militer, antara lain Operasi Dwikora, Operasi Seroja Timor-Timur, Operasi Bhakti Surya Bhaskara Jaya, TNI/ABRI Masuk Desa, mengangkut dislokasi pasukan penjaga wilayah perbatasan RI, dan operasi penanggulangan bencana alam tsunami di Aceh.
Dalam pengoperasian, menurut Indroyono, kapal sepanjang 100 meter dan lebar 15,5 meter itu mampu mengangkut sampai 20 tank dan 200 orang, dipersenjatai meriam 40 mm dan 37 mm anti-serangan udara serta senapan mesin 12.7 mm. Untuk memudahkan pendaratan pasukan dan persenjataan, kapal memiliki pintu depan dan dapat mendarat di pantai tanpa pelabuhan. (YUN)
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Jodhi Yudono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar