Pages

Kamis, 19 Juli 2012

Moai sang penjaga pulau Paskah


Moai adalah sebuah patung monolitik (patung yang terbuat dari satu batu saja untuk diukir/pahat).. patung Moai dipahat oleh orang orang asal Polinesia 1250 SM dan 1500 SM. Terdapat lebih dari 600 Moai yang tersebar di seluruh pulau Paskah. Sebagian besar moai dipahat dari batu karang vulkanik lunak yang terdapat di daerah Rano Raraku, di mana tersisa sekitar 400 moai lainnya yang belum jadi. Tambang tersebut sepertinya ditinggalkan tiba-tiba. Hampir seluruh moai yang telah selesai dipahat kemudian dihancurkan oleh penduduk pribumi setempat pada masa setelah berakhirnya konstruksi.

Coba kalian amati beberapa jenis patung Moai diatas, kita akan mendapatkan beberapa penampilan yang berbeda beda pada setiap Moai, ini bukan tanpa arti lhoo… cuman sayang sampai sekarang belum ada jawaban yang pasti dari para ilmuwan akan hal itu..,

beberapa ahli berspekulasi kalo moai ini dibuat untuk memuliakan orang-orang kelas atas oleh orang kelas bawah, dan orang kelas bawah dipaksa bekerja untuk bidang ini, sehingga terjadi sebuah pemberontakan yang menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan pada patung patung itu. pendapat lain berspekulasi kalo Kerusakan yang banyak dialami patung patung Moai ini disebabkan oleh bencana gempa bumi yang pernah melanda daerah itu.
Teori yang paling dikenali ialah moai tersebut dipahat oleh penghuni asal Polinesia lebih dari seribu tahun lalu. Moai diyakini mewakili arwah leluhur (sebagai penanda kuburan), atau mungkin mewakili tokoh terkemuka serta sebagai simbol status keluarga. Moai sangatlah mahal untuk dipahat dan membutuhkan waktu yang lama.
Ada juga cerita kuno yang ga kalah seru. Legenda kuno setempat menceritakan kisah seorang kepala suku yang mencari rumah baru. Lokasi yang dia pilih sekarang dikenal sebagai Pulau Paskah. Ketika dia meninggal, pulau tersebut dibagi-bagikan untuk anak-anak lelakinya. Setiap kali kepala dari suku ini meninggal, sebuah moai diletakkan di makam si kepala suku. Penduduk setempat percaya patung itu akan menangkap "mana" (kekuatan gaib) kepala suku. Menurut mereka, dengan menjaga pulau itu, keberuntungan akan terjadi, hujan akan turun dan tanaman akan tumbuh. Legenda ini barangkali sudah berbeda dari yang aslinya karena ia diturunkan dari berbagai generasi.
Perbandingan Moai dengan manusia jaman sekarang

Para ahli masih bingung bagaimana patung-patung Moai ini diangkat dari seberang pulau. Batu batu seberat itu jelas memerlukan alat yang memadai agar patung dapat diangkut, apakah mereka menggunakan tali, kayu kayu besar yang dijadikan perahu… sampai sekrang belum ada jawaban yang memuaskan tentang hal ini…

NASA luncurkan misi pelajari medan magnet Matahari



Jakarta (ANTARA News) - Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 5 Juli meluncurkan misi Solar Ultraviolet Magnetograph Investigation atau SUMI untuk mempelajari medan magnet yang rumit dan selalu berubah di kromosfer Matahari.

"Yang baru dari instrumen ini adalah bahwa dia mengamati sinar ultraviolet, ketika yang lain hanya melihat inframerah dan cahaya lain yang terlihat," kata Jonathan Cirtain, ilmuwan di Marshall Space Flight Center NASA di Huntsville, Alaska.

"Semua panjang gelombang berhubungan dengan level paling rendah dari atmosfer Matahari, tapi SUMI akan melihat lokasi yang lebih tinggi di kromosfer," kata prinsipal peneliti SUMI itu. 

Kromosfer, lapisan tipis di atmosfer matahari yang berada di atas fotosfer, merupakan area atmosfer Matahari yang paling sulit diamati. 

Saat ini sudah ada instrumen di daratan maupun ruang angkasa untuk mengukur medan magnet Matahari namun keduanya masih terbatas melakukan pengamatan khusus pada permukaan Matahari atau atmosfer saja, tak bisa melihat lapisan Matahari yang menjadi amatan SUMI. 

Untuk mengukur medan magnet kromosfer, SUMI akan mengamati sinar ultraviolet yang dipancarkan dari dua tipe atom Matahari yakni Magnesium 2 dan Karbon 4. 

Pengukuran cahaya itu memungkinkan para ilmuwan mengukur mengukur kekuatan dan arah medan magnet kromosfer serta menciptakan peta medan magnet tiga dimensi dari kawasan itu.

Upaya untuk mempelajari struktur medan magnet di kawasan kromosfer akan memungkinkan para ilmuwan memahami bagaimana korona--bagian paling luar dari atmosfer Matahari-- terpanaskan dan bagaimana angin surya terbentuk. 

"Dengan pengetahuan dari misi SUMI, kita bisa melanjutkan pembangunan instrumentasi yang akan membantu kita memahami proses pembentukan pijar surya dan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejections/CME's) serta membantu kita memprediksi cuaca angkasa," demikian Cirtain.

(*)

Editor: Maryati
COPYRIGHT © 2012

Terlalu banyak tidur siang tingkatkan risiko dimensia



Jakarta (ANTARA News) - Penelitian terkini menunjukkan terlalu banyak tidur siang di usia lanjut dapat mempercepat perkembangan dimensia dan penurunan fungsi kognitif.

Pada Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer, ilmuwan menemukan bahwa terlalu banyak dan tidak cukup tidur, meningkatkan usia mental sebanyak dua tahun. Mereka bependapat tidur berperan penting dalam penurunan mental. Mereka berpendapat tidur selama tujuh jam adalah jumlah yang pas.

Temuan terakhir ini menambahkan bukti bahwa kualitas dan kuantitas tidur pada lansia dapat berpengaruh negatif pada kesehatan dan meningkatkan risiko sejumlah penyakit seperti penyakit jantung dan diabetes, Medical Daily melaporkan.

"Kita tahu bahwa pola tidur berubah seiring usia dan tidak cukup tidur berdampak pada kesehatan secara keseluruhan," kata Dr. William Thies dari Asosiasi Alzheimer, dalam sebuah pernyataan.

"Apa yang belum kami ketahui dengan persis adalah apakah kurang tidur memliki konsekuensi jangka panjang pada fungsi kognitif," tambahnya.

Thies mengatakan bahwa meskipun temuan baru-baru ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki gangguan tidur akan mengalami penurunan fungsi kongnitif jangka panjang, sisi baiknya adalah perangkat untuk memonitor durasi tidur dan kualitasnya sudah ada. Alat itu dapat membantu mengembalikan pola tidur kembali ke normal. 

Peneliti dari Brigham and Women's Hospital di Boston Elizabeth Devore dan kolega-koleganya memriksa data lebih dari 15.000 peserta yang berusia 70 tahun ke atas. Tidur harian peserta dimonitor dan dibagi dalam empat grup: 5,6,7,8 atau lebih atau sama dengan 9 jam.

Devore menemukan bahwa peserta yang tidur kurang dari atau lima jam dan sembilan jam atau lebih per hari memiliki kognisi rata-rata rendah dibanding peserta yang tidur tujuh jam per hari. Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur sebanding dengan percepatan penuaan kognitif selama dua tahun. 

"Temuan kami mendukung dugaan bahwa durasi tidur berlebihan dan perubahan durasi tidur bisa jadi berkontribusi terhadap penurunan kognitif dan perubahan Alzheimer dini pada orang dewasa dan tua," kata Devore.

"Temuan ini dampak berdampak penting pada kesehatan publik. Temuan ini dapat berujung pada strategi identifiksi tidur untuk mengurangi risiko gangguan kognitif dan Alzheimer," tambahnya.

Peran tidur dalam gangguan kognitif juga ditunjukkan dalam dua studi tambahan yang dipresentasikan di konferensi. Dalam studi pertama yang diikuti hampir 4.900 peserta selama lebih dari delapan tahun, ditemukan bahwa risiko penurunan kognitif meningkat ketika pasien memiliki kantuk berlebihan dalam sehari. 

Studi yang dipimpin Claudine Berr dari National Institute of Health and Medical Research (INSERM) Prancis juga menunjukkan kesulitan tidur pada malam hari berkaitan dengan penurunan kognitif.

"Riset ini menunjukkan bahwa rasa kantuk berlebihan mungkin prediksi dini penurunan kognitif," katanya.

Studi terpisah yang melibatkan 1.300 perempuan berusia di atas 75 tahun menunjukkan bahwa orang dengan gangguan pernapasan saat tidur berisiko dua kali menimbulkan Mild Cognitive Impairment (MCI), gangguan kognitif ringan, kondosi yang biasanya menjadi gejala Alzheimer.

Peneliti Kritine Yaffe dari University of California, San Francisco, mengatakan penemuan ini menyarankan dokter harus melakukan pemeriksaan saraf utnuk pasien denan gangguan tidur.

"Secara keseluruhan, temuan kami mendukung hubungan antara gangguan tidur dan penurunan kognitif di usia senja. Temuan ini menunjukkan praktisi kesehatan harus mempertimbangkan menaksir perubahan kognisi orang-orang tua dengan gangguan tidur," kata Yaffe dalam pernyataan.

"Sebagai tambahan, dengan tambahan riset jangka panjang, perawatan terhadap gangguan tidur mungkin menjadi metode yang menjanjikan dalam menunda perkembangan MCI dan dimensia," tambahnya.

Yaffe menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami gangguan dalam ritme sirkadian selama studi lima tahun itu cenderung mengalami MCI.

"Kami yakin hasil riset mengindikasikan hubungan antara gangguan pernapasan saat tidur dan dimensia terhubung dengan penurunan oksigen dan tidak mengganggu pola tidur," tutupnya.

(nta)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2012

Fosil ungkap peradaban Amerika Utara 13.000 tahun lalu

Jakarta (ANTARA News) - DNA yang didapat dari koprolit (fosil kotoran), anak panah, tombak, dan bukti arkeologi lainnya menunjukkan bahwa manusia ada di bagian barat Amerika Utara 13.000 tahun yang lalu.

Penelitian terdahulu telah mengungkapkan peradaban Clovis sebagai kebudayaan awal di Amerika Utara.

Bukti-bukti menunjukkan peradaban Clovis berada di tempat yang sekarang menjadi South Carolina. Bukti berasal dari Gua Paisley yang berjarak sekitar 200 mil ke barat daya Eugene, Oregon. Bukti itu berasala dari atau sebelum masa kebudayaan Clovis.

Bukti baru berasal dari proses radiokarbon koprolit, tulang-belulang, ranting, dan artefak yang digali dari gua. Kebanyakan koprolit itu didapat dan dipublikasikan tahun 2008. 

Meski DNA tidak dapat dilacak secara langsung dari teknologi radiokarbon, peneliti mengekstrak serat dan karbon dari koprolit itu melalui penyulingan air. 

Serat dan karbon itu dibandingkan dengan koprolit yang diproses dengan radiokarbon. Ini dilakukan untuk melihat apakah bukti  awal telah terkontaminasi.

Berdasarkan temuan itu, diduga  Clovis tiba di bagian tenggara Amerika Serikat dan pindah ke barat, peradaban Western Stemmed tiba di barat dan pindah ke timur. Bukti didapat dari Great Basin di Oregon. 

Tiga situs Western menunjukkan bukti yang berasal dari tahun tipe yang sama. Ilmuwan yakin dua peradaban berada dalam waktu yang sama di Amerika tanpa pertemuan dalam periode ratusan tahun.

Bukti menunjukkan kedatangan manusia Amerika antara 20.000 dan 50.000 tahun yang lalu. Teori yang paling banyak berkembang adalah orang-orang datang melalui daratan yang menjembatani Siberia saat Zaman Es terakhir.

Tapi, teori baru mengemukakan bahwa orang-orang tiba di Amerika dengan menggunakan semacam jalan raya dari tumbuhan laut dari Jepang. Peneliti belum yakin alasan pindahan besar-besaran ini. 

Bukti tambahan ini masih menunjukkan teori perpindahan Siberia-Alaska.

(nta)

Editor: Aditia Maruli


sumber

Burung laut Petrel kenali keluarga lewat bau

Jakarta (ANTARA News) - Burung laut bisa mengenali keluarganya hanya lewat bau, menurut para peneliti.

Seperti dilansir dari laman BBC, dalam uji coba yang sudah disahkan, burung laut Eropa Storm-petrel menghindari bau burung yang merupakan kerabatnya. Mereka mencari bau yang asing dari burung yang tidak punya hubungan keluarga.

Para peneliti berpikir ini adalah tingkah laku yang mencegah burung agar tidak kawin dengan kerabatnya.

Penelitian yang dipublikasikan di journal Animal Behaviour ini adalah bukti pertama bahwa burung bisa mengenali pasangan yang cocok dari baunya.

Kepala peneliti Francesco Bonadonna, dari pusat Ekologi Evolusioner dan Fungsional di Montpellier, Prancis, mengemukakan bahwa burung-burung saling mengenali dengan bau. 

Fenomena endus-mengendus ini sudah biasa terjadi pada mamalia. Tapi sampai baru-baru ini, peneliti berpikir bahwa burung hanya mengandalkan penglihatan dan bunyi saat memilih pasangan hidup.

Burung laut Eropa Storm-petrel tinggal bersama koloninya seumur hidup sejak mereka lahir.

"Secara teori, burung-burung ini setia hanya pada satu pasangan sepanjang hidupnya," kata peneliti.

Dia mengatakan, bau atau "komunikasi kimia" adalah "bentuk komunikasi yang paling kuno dan simpel" di dunia binatang.

"Wajar saja bila binatang memanfaatkan hal itu," tambah dia.

Setelah survey dua dekade, para peneliti punya catatan kekerabatan tiap burung. Dr Bonadonna dan koleganya lalu mengumpulkan bau tiap burung di kapas.

Hampir semua burung yang ikut dalam tes memilih kapas yang berisi bau burung yang bukan bagian keluarganya.

"Ini semakin membuktikan fakta bahwa, selama 18 tahun kami meneliti burung ini, kami belum pernah menemukan burung yang kawin dengan kerabatnya," kata Dr Bonadonna.

Dia mengemukakan bahwa mempelajari tingkah laku binatang sangat penting untuk menghindari dampak buruk yang diakibatkan aktivitas manusia.

"Polusi yang menyebar di lingkungan kita bisa berakibat buruk bagi mereka karena kita tidak tahu bagaimana reaksi binatang terhadap aktivitas manusia yang merugikan," pungkas dia.

(nan)
Editor: Aditia Maruli

Badai Matahari dan Semburan Matahari



Badai matahari adalah isu yang meluas akhir-akhir ini. Banyak orang mencemaskannya, bahkan menganggapnya sebagai akhir dunia. Tetapi, apakah badai matahari itu? “Badai matahari” (solar storm) pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan “semburan matahari” (solar flare). Jika kekuatan semburan matahari atau solar flare ini besar, maka akan disebut sebagai badai matahari (solar storm).
Semburan matahari adalah saat dimana ada “titik cerah” atau “ledakan energi” di atas permukaan matahari. Para ahli menyatakan bahwa titik cerah ini ditafsirkan sebagai pelepasan energi yang sangat besar (hingga 6×1025 joule , sekitar 1/6 output total energi matahari per detik). Ledakan ini menyemprotkan awan elektron, ion, dan atom melalui korona ke ruang angkasa. Jika cukup besar, maka awan tersebut akan mencapai bumi dalam satu atau dua hari.
Pada peristiwa ini, ketika media plasma di permukaan matahari ‘terpanggang’ hingga jutaan derajat celcius, media plasma tersebut akan ‘pecah’ dan meluncurkan berbagai partikelnya (elektron, proton, ion) dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Lontaran energi ini bisa menghasilkan radiasi sinar pada seluruh spektrum elektromagnetik, dari gelombang radio biasa, sinar-x, hingga sinar gamma. Jarang sekali lontaran energi yang berbentuk gelombang ini dapat dilihat dengan mata telanjang, di butuhkan berbagai peralatan khusus untuk mengamatinya. Sinar-X dan radiasi UV yang dipancarkan oleh badai matahari ini dapat mencapai ionosfer bumi dan mengganggu komunikasi radio, radar, internet, dan perangkat lain yang beroperasi dengan menggunakan gelombang. Ia tidak menimbulkan ‘badai’ dalam arti yang sesungguhnya (hujan, angin tornado, dan sebagainya).
Solar flare pertama kali diselidiki oleh Richard Christopher Carrington dan independen oleh Richard Hodgson pada tahun 1859. Frekuensi terjadinya badai matahari sangat bervariasi, dari sekali seminggu hingga beberapa kali sehari, mengikuti siklus 11-tahun (siklus matahari).

Badai Matahari: Apakah Berbahaya?

Berbahaya atau tidaknya badai matahari sangat tergantung dari kekuatannya, tetapi yang jelas, ia hanya mengakibatkan berbagai kerusakan atau gangguan pada peralatan berbasis frekuensi saja.
Badai matahari yang paling kuat yang pernah diamati terjadi pada tanggal 1 September 1859, dan dilaporkan oleh astronom Inggris Richard Carrington dan Richard Hodgson. Peristiwa ini dinamai “Solar Storm 1859″ atau “peristiwa Carrington”. Badai ini dapat terlihat oleh mata telanjang (dalam cahaya putih), dan menghasilkan aurora yang menakjubkan di daerah tropis seperti Kuba atau Hawaii. Peristiwa ini dilaporkan menyebabkan banyak alat telegraf waktu itu mati. Badai matahari tersebut juga meninggalkan jejak pada es di Greenland dalam bentuk nitrat dan berilium-10.
Di zaman modern, badai matahari besar pernah terjadi pada 4 November 2003, kemudian juga terjadi pada tanggal 2 April 2001 (X20), 28 Oktober 2003 (X17.2 & X10), 7 September 2005 (X17), 17 Februari 2011 (X2), 10 Agustus 2011 (X6.9), serta yang terjadi pada awal tahun 2012 ini.
Yang perlu diwaspadai dari badai matahari pada jaman modern di mana perkembangan iptek sangat maju ini adalah justru karena tidak berfungsi atau rusaknya berbagai sarana komunikasi, terutama yang berada di luar angkasa seperti satelit. Rusaknya alat-alat komunikasi ini tentunya akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Jaringan internet dan telepon yang terputus selama beberapa hari dan smartphone yang tidak berfungsi normal, tentunya membuat manusia modern menjadi sulit berhubungan apalagi saling terkoneksi dengan situs jejaring sosial. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kacaunya dunia bisnis dan komunikasi.


Gestur Simpanse Mirip Manusia



STIRLING, KOMPAS.com — Gestur simpanse memiliki kemiripan dengan manusia. Baru-baru ini, ilmuwan berhasil mengidentifikasi 20-30 gestur simpanse yang mirip manusia tersebut.

Gestur simpanse yang mirip manusia antara lain menggunakan bahasa isyarat untuk membuat individu lain mendekat atau memukul-mukul untuk membuat individu lain pergi.

Anna Roberts dari Stirling University di Skotlandia mengidentifikasi kemiripan tersebut lewat pengamatan perilaku simpanse di Uganda selama delapan bulan.

"simpanse menggunakan gestur dengan sengaja untuik mendapatkan respons dari simpanse lain dan mungkin ini missing link antara komunikasi manusia dan simpanse," kata Roberts.

"Kita mengetahui sekarang bahwa gestur ini ada dalam rangkaiann gestur nenek moyang kita dan mungkin menjadi awal dari evolusi bahasa manusia," tutur Roberts.

Seperti diberitakan BBC, Jumat (13/7/2012), studi mengungkap bahwa simpanse menggunakan gestur untuk menunjang aktivitas memelihara anak, makan, berhubungan seksual, penyerangan, dan pertahanan.

Roberts mengungkapkan, simpanse tidak hanya mampu berkomunikasi menggunakan gestur, tetapi juga mampu memaknai gestur tersebut sesuai konteks.

"Cara orang bisa berkomunikasi satu sama lain adalah memahami maksud orang lain dengan 'membaca pikiran' dan tujuannya, dan kami menemukan bahwa simpanse mungkin punya kemampuan ini," ungkap Roberts.

Roberts menuturkan, hasil studi menunjukkan bahwa elemen penting dalam evolusi bahasa dapat dijumpai pada kerabat terdekat manusia.


sumber

Kendalikan Rayap dengan Jamur



Ancaman bagi pemilik rumah ialah rayap. Serangga kecil itu merusak struktur bangunan yang terbuat dari kayu. Bila selama ini pengendalian serangga yang sering dianggap hama dilakukan dengan cara kimiawi yang berefek negatif, alternatif lain ternyata ada. Dengan semangat terbarukan, jamur kini berpeluang menjadi biokontrol alami untuk membantu pengendalian hama rayap.
Penelitian mengenai biokontrol rayap di mulai sejak 2004 oleh peneliti senior pada Unit Biodegradasi dan Pengendalian Hama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Sulaeman Yusuf. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, keberadaan rayap pada bangunan dan perumahan telah menimbulkan kerugian sebesar Rp 1,6 triliun pada 1998. Angka tersebut diperkirakan bertambah setiap tahunnya seiring dengan meningkat nya penggunaan kayu sebagai material struktur bangunan. Apalagi, sambung Sulaeman, banyak perumahan di Indonesia dibangun di atas lahan bekas perkebunan dan pertanian yang menjadi habitat ideal bagi rayap. Mereka tetap tinggal di bekas lahan tersebut sembari mencari cara bertahan.
Tidak semua jenis rayap menyerang struktur bangunan. Dua spesies rayap yang teridentifikasi merusak bangunan ialah Coptotermes gestroi dan Captotermes curvignathus. Keberadaan dua spesies tersebut sering kali tak terdeteksi oleh ahli kontruksi karena serangannya tak berbentuk gundukan.
Para developer kebanyakan hanya menyimpulkan perlakuan tanah dilakukan apabila ada sarang rayap yang terlihat membentuk mound (gundukan). Mound-builder species seperti Macrotermes danGlobitermes tidak dianggap sebagai perusak bangunan yang serius di Indonesia.
“Mereka hanya menyumbangkan kerusakan sekitar kurang dari 10% dari total kerusakan, sedangkan dua spesies rayap tadi (Coptotermes gestroi dan Coptotermes curvignathus) menyumbang kerusakan lebih dari 90% pada bangunan,” papar Sulaeman kepada Media Indonesia di Jakarta, Minggu (15/1).
Sejumlah upaya dilakukan untuk mengendalian keberadaan mereka. Salah satunya dengan penggunaan pestisida kimiawi berjenis organoklotin, organofosfat, dan piretroid sintetis. Sayangnya penggunaan bahan kimiawi tersebut terbukti berbahaya dan mencemari lingkungan. Karena itu, penelitian diintensifkan pada bahan organik yang lebih ramah lingkungan, tetapi tetap efektif mengatasi rayap perusak bangunan.
Setelah melalui penelitian awal, ia menemukan fakta jika jamur bisa digunakan sebagai biokontrol untuk mengendalikan hama rayap. Terdapat tiga jenis jamur yang potensial dikembangkan sebagai biokontrol bagi rayap jenis Captotermes, yakni jamur Humicola, Cunninghamella danFusarium. Ketiganya memiliki sifat patogen terhadap rayap karena memiliki bahan aktif bernama kitinase
“Jamur tersebut mengeluarkan metabolit sekunder yang akan merusak rayap melalui kulit dengan proses enzimatik dan terus masuk ke jaringan yang ada di dalam. Enzim tersebut bernama kitinase,” cetusnya.
Basmi Koloni
Jika pestisida kimiawi hanya mematikan hama yang terpapar, biokontrol berbahan jamur itu bisa membasmi rayap hingga seluru koloni. Caranya dengan menyemprotkan bubuk konidia (kumpulan spora jamur) yang sudah dilarutkan dalam air akuades ke salah satu anggota koloni rayap. Rayap tersebut kemudian dilepas kembali sehingga ia bisa kembali ke koloninya. Rayap yang telah diberi perlakuan tersebut tak sadar akan menularkan patogen yang disemprotkan padanya masuk koloni. Hal itu akan membuat seluruh koloni tereliminasi perlahan-lahan. Selama biokontrol itu bekerja, rayap masih bisa merusak bangunan. Hanya, aktivitas perusakannya tidak intens lagi karena kehidupan koloni sudah terganggu.
“Waktu kematian koloni rayap itu bergantung pada besar kecilnya koloni. Bervariasi antara satu dan tiga bulan,” imbuh Sulaeman.
Tak Stabil
Penggunaan jamur sebagai biokontrol itu dinilai aman bagi manusia dan spesies yang bukan sasaran. Selain itu, menurut Sulaeman, biokontrol itu ramah lingkungan karena bisa mengurangi pemakaian pestisida dan residu pestisida pada makanan serta meningkatkan biodiversitas dalam ekosistem. Meski demikian, agen biokontrol itu memiliki kelemahan, yakni hanya mampu mengontrol spesies tertentu, daya kerjanya lambat, dan memiliki viabilitas yang pendek.
“Efektivitasnya tidak stabil, bergantung pada kondisi jamur, media pertumbuhan, dan lain-lain sehingga efektivitasnya masih belum bisa mengimbangi bahan kimiawi, seperti bistrifluron atau heksaflumuron,” jelasnya.
Penelitian lanjutan kini masih dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang ada. Penelitian kini difokuskan terkait dengan media tanam jamur. Penggunaan media yang tak sesuai bisa membuat tingkat patogenitas jamur menurun. Misalnya, jenis jamur Humicola yang ditanam di media sorgum. Jamur tersebut bisa tumbuh dengan baik, tetapi tingkat patogenitasnya malah menurun.
“Dalam  beberapa pengamatan jamur Humicola masih bersifat patogen dan tumbuh dengan baik apabila digunakan media beras merah. Namun, daya penularannya dan aplikasi di lapangan masih perlu dikaji lebih lanjut karena kondisi di laboratorium berbeda dengan kenyataan di lapangan,” tukasnya.

Ular "Kukri" Pemakan Telur Ditemukan



PHNOM PENH, KOMPAS.com — Ilmuwan dari Flora Fauna International menemukan spesies ular baru di wilayah Pegunungan Cardamom di Kamboja. Ular baru tersebut termasuk dalam golongan ular kukri, sejenis ular yang memiliki taring serupa pisau.
Ular yang ditemukan diberi nama Oligodon kampucheaensis, sesuai nama negara tempat ular itu ditemukan. Menurut ilmuwan, ular kukri ini berbeda dengan ular kukri yang sebelumnya sudah ditemukan.
"Kebanyakan ular kukri berwarna pucat. Namun, ular ini berwarna merah dengan cincin berwarna hitam dan putih, membuatnya tampak sebagai ular yang cantik," ungkap Neang Thy, pakar reptil dari Kamboja, seperti dikutip Reptile Channel, Senin (16/7/2012).
Thy yang turut menemukan dan mengidentifikasi ular itu menyatakan bahwa ia merasa bangga. Sekian lama, dunia sains Kamboja terpuruk di bawah rezim Pol Pot. Kini, sains negara itu bisa sedikit berbangga dengan penemuan ular ini.
Ular kukri ini tidak berbahaya bagi manusia. Taring yang dimiliki berguna untuk mencengkram telur mangsa untuk ditelan utuh. Keberadaan ular ini terancam oleh perusakan habitat di wilayah Pegunungan Cardamom.

Asal-muasal Bahasa Manusia Terkuak

Sebuah studi yang baru-baru ini dirilis menguak misteri asal-muasal bahasa yang digunakan manusia. Science Magazine edisi 15 April 2011 mengungkapkan bahwa bahasa yang digunakan oleh manusia pertama kali muncul di selatan Afrika. Dari sanalah kemudian bahasa ini menyebar ke seluruh dunia.

Peneliti dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Quentin Atkinson melakukan studi dengan menelusuri rekam jejak bahasa dengan cara memecah 504 bahasa ke dalam komponen terkecilnya yang disebut sebagai fonem. Fonem berasal dari bahasa Latin phonema yang berarti 'suara yang diucapkan'. Penelitian menunjukan, semakin beragamnya fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa menunjukan bahwa bahasa itu menjadi sumber dari bahasa-bahasa lain yang lebih sedikit memiliki fonem.

Penelitiannya sampai pada kesimpulan bahwa semakin jauh sekelompok manusia berkelana dari Afrika dalam rekam jejak sejarahnya, semakin sedikit fonem yang digunakan dalam bahasa mereka. Ini mengartikan bahwa, sebagaimana diprediksikan dalam studi tersebut, bahasa-bahasa di Amerika Selatan dan Kepulauan Pasifik memiliki fonem paling sedikit, sedangkan bahasa-bahasa di Afrika memiliki fonem terbanyak.
Ternyata, pola ini juga memiliki kesamaan dengan studi terhadap genetik manusia. Sebagaimana dipaparkan sebagai peraturan umum, semakin jauh seseorang keluar dari Afrika, yang dianggap secara luas sebagai asal muasal nenek moyang manusia, semakin kecil perbedaan antara individu dalam populasi kelompok individu tersebut bila dibandingkan dengan keragaman di daerah asalnya, Afrika.

Studi Atkinson ini sendiri menggunakan metode statistik mutakhir yang sama untuk mengkonstruksikan pohon genetik berdasarkan urutan DNA. Mengenai penggunaan metode statistik ini dalam mencari sumber bahasa manusia, seorang ahli bahasa, Brian D. Joseph dari Universitas Ohio mengatakan sebagai sumber wawasan baru dalam studi di bidangnya.

"Saya rasa kita sudah seharusnya memperhatikan hal ini dengan seirus, meskipun masih ada orang yang akan menolaknya," ujar Joseph.

Sebagai informasi tambahan, studi yang dilakukan Atkinson ini unik karena berusaha menemukan akar bahasa dari waktu yang sangat lampau. Perihal umur bahasa pun masih menjadi soal perdebatan karena di lain sisi ditemukan fakta sementara bahwa umur bahasa telah mencapai 50.000 tahun, namun di lain sisi beberapa ahli bahasa lain juga masih skeptis dengan fakta sementara itu. Mereka menemukan faktor lain yaitu 'perkembangan dari kata-kata yang sangat cepat' sehingga kemungkinan umur bahasa sendiri tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.


sumber

Rangka Tubuh "Monalisa" Berhasil Ditemukan


Arkeolog menemukan rangka di bawah reruntuhan biara Santa Ursula


VIVAnews - Sejumlah ahli arkeologi merasa yakin telah menemukan rahasia di balik lukisan paling terkenal di dunia, Monalisa. Sebuah rangka dan tengkorak yang terkubur di bawah sebuah biara di Florence, Italy, diyakini merupakan rangka milik Lisa Gherardini, orang yang dipercaya menjadi model untuk lukisan yang menjadi masterpiece Leonardo da Vinci.

Lisa Gherardini merupakan istri dari pedagang sutra bernama Francesco del Giocondo. Di Italy, Monalisa juga dikenal dengan sebutan La Gioconda. 

Sebagian sejarawan modern sepakat bahwa perempuan yang menjadi model Monalisa merupakan Lisa del Giocondo, yang kemudian menjadi biarawati setelah kematian suaminya. Lisa del Giocondo meninggal di biara pada 15 Juli 1542, saat berusia 63 tahun.

Mengutip laman Daily Mail, tim arkeologi awalnya melakukan ekskavasi di sebuah biara yang ditelantarkan, yaitu Biara Santa Ursula, mulai tahun lalu. Pertama, mereka menemukan lapisan beton tipis. Ini menjadi penanda perubahan biara itu menjadi barak militer.

Tapi kemudian tim arkeologi menemukan sebuah ruang makam yang dipercaya sebagai tempat dimakamkannya Lisa. Lebih jauh, mereka bahkan menemukan rangka dan tengkorak dengan ukuran perempuan. Rangka dan tengkorak itu ditemukan sekitar lima kaki di bawah lantai bangunan asli biara, dengan fragmen temuan rusuk dan tulang belakang.

Ekskavasi ini sendiri sempat dihentikan. Sebab, tim arkeologi mengaku kehabisan dana. Namun, setelah dana kembali didapat, ekskavasi kembali dilanjutkan. Kali ini, mereka menemukan rangka dan tengkorak manusia.

Tengkorak itu akan diuji untuk dicocokkan dengan temuan yang lain. Para ilmuwan akan melakukan komparasi DNA di tengkorak dengan tengkorak dua anak Lisa yang ditemukan terkubur di dekatnya. 

Setelah rangka dan rangka bisa diverifikasi, seniman forensik akan mencoba untuk merekonstruksi wajah dan melakukan perbandingan dengan wajah 500 tahun lalu yang dilukis da Vinci. 

"Kami belum tahu secara pasti apa rangka ini berasal dari satu tubuh atau lebih," kata Silvano Vinceti, arkeolog yang bertanggung jawab terhadap ekskavasi ini. 

"Tapi ini mengkonfirmasi hipotesa kami bahwa di Santa Ursula masih terdapat rangka. Kami juga belum dapat menyimpulkan bahwa rangka yang ditemukan itu bukanlah Lisa Gherardini," ucap Vinceti.

Vinceti juga mengatakan temuan ini menjadi proses yang sangat menarik dan konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. "Ruang makan yang kami temukan merupakan satu yang disebutkan di catatan gereja dari 1495 dan telah didapat dengan sebuah ventilasi dan tangga. Kami juga mengetahui bahwa di tahun 1625 ada ruang makam kedua dan ini yang berhasil kami temukan," ucapnya.

Atas temuan ini, Natalia Gucciardini, yang disebut memiliki hubungan kerabat dengan Lisa Gherardini, mengaku sangat emosional. "Saya percaya ini merupakan persinggahan terakhir Lisa Gherardini," ucap Natalia yang juga teman dekat Pangeran Charles dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Tahun lalu, Profesor Vincenti juga menggunakan metode khusus untuk menemukan dan mengidentifikasi rangka Caravaggio, pelukis dari masa Renaissance. Ketika itu, seperti di novel Dan Brown, Vincenti mengaku ada pesan khusus yang tersimpan di mata Monalisa, setelah dilihat melalui kaca pembesar.

Lukisan Monalisa sendiri saat ini menjadi milik pemerintah Perancis dan tersimpan di Museum Louvre di Paris. Leonardo da Vinci memulai lukisan itu pada 1503 atau 1504 dan menyelesaikannya pada 1519, tak lama sebelum kematiannya. (umi)

Kisah Kapal Rusia Terjebak Segitiga Bermuda


Para kelasi menjadi saksi penampakan aneh


VIVAnews -- Sejak bertolak dari Pelabuhan 18 September 2011 lalu, Kapal Scorpius membawa misi hebat, mengarungi samudera selama 365 hari, mengelilingi dunia, melintasi Kutub Selatan dan Utara. Untuk memecahkan rekor dunia. 

Namun, kejadian tak diduga terjadi saat melintasi Trans-Atlantik, menuju Islandia. Kapal milik Rusia itu terperangkap badai di sebuah lokasi paling misterius dan dianggap angker di lautan: Segitiga Bermuda. 

Kepada situs media Rusia, Itar-Tass, juru bicara ekspedisi, Anna Subbotina mengungkapkan, kondisi cuaca buruk di tempat yang memiliki reputasi menakutkan bagi sebagian pelaut, mencegah Scorpius mencapai tujuan berikutnya. 

"Kapal pesiar itu tersambar petir di tengah badai kencang yang melanda pada Jumat 13 Juli 2012," kata Subbotina. Akibatnya, hampir semua sistem navigasi tak berfungsi, rusak. 

Dalam kontak radio Senin lalu, Kapten Kapal, Sergei Nizovtsev mengatakan, setelah diterjang badai, peralatan kapal dan telepon satelit masih bisa beroperasi, meski mengalami gangguan. Sementara koneksi internet terputus sama sekali. Kabar baiknya, semua kru selamat dalam insiden itu. 

"Angin kencang secara acak mengubah kecepatan dan arahnya," kata Nizovtsev. "Angin juga menciptakan pusaran air di beberapa titik di lautan."

Kadang-kadang arus balik memperlambat laju kapal, nyaris tak bergerak. "Bahkan mesin yang digeber dengan kecepatan penuh tak banyak membantu," tambah Kapten Nizovtsev.

GLONASS, satu-satunya sistem navigasi yang masih berfungsi di Scorpius menunjukkan koordinat keberadaan kapal, yakni 27 derajat 9 menit lintang Utara dan 64 derajat 50 menit bujur Barat.


Saat insiden terjadi, Nizovtsev mengatakan, tak ada kepanikan berlebih dalam kapal. Para kru, dia mengatakan, "tak percaya soal takhayul tentang kapal dan pesawat yang hilang misterius di Segitiga Bermuda."

Meski demikian, ia mengakui para kelasi melihat fenomena aneh di atmosfer selama badai menerjang 13 Juli lalu: awan vertikal yang menjulang dari air seperti dinding kabut. Juga lingkaran cahaya raksasa yang muncul dan kemudian menghilang di atas lautan.

sumbalinga

"Saya tidak takut pada orang yang berlatih sekali untuk 10.000 tendangan, tapi saya takut pada orang yang berlatih satu tendangan sebanyak 10.000 kali"
Bruce lee